Rabu, 07 Juni 2017

PSIKOLOGI KEDEWASAAN

Istilah adult beraal dari kata Latin, seperti juga istilah adolescene adolescere yang berarti “tumbuh menjadi kedewasaan.” Akan tetapi kata adult berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi  kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi dewasa.” Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyeleaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. [1]

Setiap kebudayaan membuat pembedaan usia kapan seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Pada sebagian besar kebudayaan Kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ kelamin anak telah berkembang dan mampu berproduksi. Belum lama ini, kebudayaan Amerika seorang anak belum resmi dianggap dewasa kalau ia belum mencapai umur 21 tahun. Sekarang, umur 18 tahun merupakan umur dimana seseorang dianggap dewasa secara sah. Dengan meningkatnya lamanya hidup atau panjangnya usia rata-rata orang maka masa dewasa sekarang kurang mencakupwaktu yang paling lama dalam rentang hidup.

Masa dewasa terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
1.        Masa Dewasa Dini
Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif
2.        Masa Dewasa Madya
Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang.
3.        Masa Dewasa Lanjut (Usia Lanjut)
Masa dewasa lanjut atau usia lanjut dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian. Pada waktu ini, baik kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern, serta upaya dalam hal berpakaian dan dandanan, memungkinkan pria dan wanita berpenampilan, bertindak dan berperasaan seperti kala mereka masih lebih muda.[2]

Batas usia-usia dini dan usia lanjut bagi masyarakat yang berbeda, bisa berbeda juga. Di Jepang, misalnya, di mana usia harapan hidupnya mencapai 72 tahun, seseorang yang berusia 69 tahun masih dianggap termasuk usia madya (usia pertengahan). Sedangkan di Indonesia, yang usia harapan hidupnya 62 tahun, orang tersebut sudah dianggap manusia lansia (lanjut usia).[3]

Memasuki alam kedewasaan, seorang laki-laki harus mempersiapkan diri untuk dapat hidup dan menghidupi keluarganya. Ia harus mulai bekerja mencari nafkah dan membina kariernya. Kaum perempuan juga harus mempersiapkan diri untuk berumah tangga. Di Indonesia masih terdapat resiko untuk dianggap “perawan tua”, kalau belum mendapat pasangan pada umur tiga puluhan. Kalau ia berhasil mendapatkan suami, maka timbul pula problem-problem keluarga dan problem-problem mengenai anak-anaknya. Demikian seterusnya, problem-problem itu selalu berdatangan.

Di dalam masyarakat pada umumnya, pria dan perempuan mempunyai peranan yang berbeda. Laki-laki mencari nafkah, agresif, dan dominan. Sedangkan perempuan mengurus rumah tangga, pasif dan lebih submisif. Perilakunya pun berbeda, pria lebih kasar, perempuan lebih halus. Perbedaan itu ternyata tidak semata-mata disebabkannoleh faktor-faktor biologis, tetapi lebih banyak lagi ditentukan oleh faktor-faktor kebudayaan.

Namun, di lingkungan psikologi sendiri pembagian peran lelaki-perempuan sudah menjadi isu yang kontroversial sejak lama. Salah satunya adalah Sandra Bem (1974) yang membuktikan bahwa walaupun ditinjau dari tubuhnya ada dua macam manusia, yaitu laki-laki dan perempuan, secara psikologi ada empat jenis kelamin (gender), yaitu :
1.        Maskulin (yang biasa terdapat pada laki-laki : tegas, rasional, cepat membuat keputusan, dan lain-lain).
2.        Feminim (yang biaa terdapat pada perempuan : lemah-lembut, emosional, lebih suka mengikuti keputusan, dan lain-lain).
3.        Androgin (pria atau perempuan yang mempunyai sifat maskulin maupun feminim yang sama kuat).
4.        Tak tergolongkan (dalam tes gender menunjukkan skor maskulin dan feminim yang sama-sama rendah).

Kondisi-kondisi yang memudahkan peningkatan mobilitas sosial pada masa dewasa dini :
·           Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi dasar keberhasilan dalam bisnis atau bidang profesi yang akan membuka jalan bagi individu yang bersangkutan untuk menjalin hubungan dengan orang-orang yang statusnya lebih tinggi.
·           Menikah dengan orang yang statusnya lebih tinggi
·           Penerimaan dan penerapan kebiasaan, nilai dan lambang dari suatu kelompok yang berstatus lebih tinggi
·           Peran serta aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat dari golongan atas[4]

Peran pakaian pada masa dewasa dini :
·           Meningkatkan penampilan
Oarang-orang muda memilih pakaian yang menonjolkan segi-segi positif dan menutupi segi negatifnya. Ketika tanda-tanda ketuan mulai nampak, mereka memilih pakaian yang membuatnya tampak lebih muda dari usia sebenarnya.
·           Indikasi statu sosial
Orang dewasa muda, terutama mereka yang banyak bergaul dalam lingkungan kerja maupun lingkungan sosial, memakai pakaian sebagai simbol status yang mengidentifikasikannya dengan suatu kelompok sosial tertentu.
·           Individualitas
Pakaian dimaksudkan untuk menggolongkan seseorang dalam suatu kelompok sosial tertentu, seseorang juga berupaya agar pakaiannya tetap menunjukkan identitasnya sebagai individu agar diperhatikan dan dikagumi oleh anggota-anggota kelompoknya.
·           Prestasi sosio-ekonomi
Pakaian dapat juga menunjukkan keberhasilan ekonomi seseorang secara cepat dan subtil. Pakaian yang mahal, peserdiaan pakaian yang berlimpah, pakaian yang dirancang oleh desainer-desainer atau produk pabrik yang terkenal menunjukkan bahwa pemakai memiliki banyak uang untuk membeli pakaian-pakaian mewah.
·           Meningkatkan daya tarik
Oarang yang memiliki tubuh kurang seksi biasanya memilih pakaian untuk meningkatkan daya tariknya.

Ciri kedewasaan pada anak perempuan antara lain, ialah :
1.        Punya rencana dan tujuan hidup
2.        Kerja atau karya
3.        Pembentukan diri dan stabilitas normativ
4.        Kemandirian yang susila dan bertanggung jawab
5.        Partisipasi aktif dan konstruktif
6.        Teratur, terbentuk, ‘tertutup’ dan relativ stabil[5]



[1] Elizabeth B. Hurlock,1980.Psikologi Perkembangan, PT Gelora Aksara Pratama: Jakarta, hlm. 246
[2] Ibid, hlm. 247
[3] Surlito W. Sarwono,2012. Pengantar Psikologi Umum, Rajawali Pers: Jakarta, hlm. 84
[4] Elizabeth B. Hurlock,Op.cit. hlm. 266
[5] Ade Benih Nirwana, 2011. Psikologi Ibu, Bayi dan Anak, Nuha Medika: Yogyakarta, hlm. 29

0 komentar:

Posting Komentar